Senin, 01 November 2010

Barang siapa meninggikan diri...

"Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan"
(Fil 1:18b-26; Luk 14.1.7-11)

"Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• "Rendah hati" itulah yang diharapkan untuk dihayati oleh kita semua umat beriman, rendah hati merupakan keutamaan dasar atau utama. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama, misalnya para pemimpin atau atasan, dapat menjadi teladan dalam penghayatan keutamaan rendah hati dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Semakin tinggi jabatan, kedudukan atau pangkat, semakin kaya, pandai, cerdas, semakin cantik atau tampan dst.. hendaknya semakin rendah hati. Ingat dan perhatikan bahwa seorang guru SD adalah guru klas dan mengajar semua mata pelajaran di klas yang bersangkutan, sedangkan seorang professor atau doktor mata kuliah atau ilmu tertentu di perguruan tinggi atau universitas, misalnya doktor matematika dengan rendah hati mengakui tak berani mengajar sejarah, dst… Bukankah hal itu menunjukkan bahwa semakin pandai, memiliki dan menguasai banyak ilmu pengetahuan berarti semakin banyak ilmu pengetahuan yang tidak/kurang diketahui dan dikuasai? , dan dengan demikian semakin pandai berarti harus semakin rendah hati. Marilah kita imani dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah atau rahmat Allah, sehingga kita hidup dan bertindak penuh syukur, terima kasih dan rendah hati.
• "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Flp 1:21-22), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Filipi. Kita semua masih hidup, maka marilah kita senantiasa di dalam hidup kita dimanapun dan kapanpun `memberi buah', tentu `buah' yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun saudara-saudari kita, sehingga ketika hendak dipanggil Tuhan alias meninggal dunia kita berani berkata bahwa `mati adalah keuntungan', dengan kata lain sewaktu-waktu mati atau meninggal dunia kita tak takut. Hendaknya masing-masing dari kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing; bekerja keras menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan. Kita juga diingatkan agar tidak pilih-pilih tugas pengutusan atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan apapun yang diberikan atau diserahkan kepada kita hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan rendah hati, termasuk tugas atau pekerjaan kasar dan sederhana. Marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan ajaran.Yesus atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya, antara lain melayani bukan untuk dilayani. Melayani berarti senantiasa dengan rendah hati dan kerja keras berusaha membahagiakan dan menyelamatkan mereka yang harus dilayani. Karena kita semua dipanggil untuk melayani, maka hal itu berarti kita harus saling melayani, maka marilah kita saling membahagiakan dan menyelamatkan. Marilah `keselamatan jiwa' kita jadikan tolok ukur atau barometer keberhasilan penghayatan panggilan maupun tugas pengutusan kita masing-masing. Hendaknya juga berpedoman dimana jiwa semakin banyak diselamatkan kesitulah kita bekerja dan melayani, meskipun untuk itu harus berjuang dan berkorban.

"Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mzm 42:2-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar