Jumat, 12 November 2010

Kemuliaan

Kemuliaan

Lukas 17: 7-10
17:7 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau
menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang
dari ladang: Mari segera makan!17:8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada
hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai
selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan
minum.17:9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah
melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?17:10 Demikian jugalah kamu. Apabila
kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu
berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa
yang kami harus lakukan."

Dahulu kala, saat perbudakan masih dilaksanakan, para majikan tidak perlu
berterima kasih kepada budaknya setelah mereka melakukan apa yang diperintahkan
tuannya kepada mereka. Para budak dibeli oleh tuannya dan menjadi propertinya
untuk seumur hidupnya. Sekalipun sekarang tidak ada perbudakan lagi, tetapi
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus bersikap seperti para budak. Tidak
perlu kita menuntut ucapan terima kasih. Seharusnya kita berkata, "Aku hanyalah
hamba yang tidak berguna, yang melakukan apa yang harus kulakukan" (ay. 10).
Sebagai seorang pelayan Tuhan, kita tidak boleh merasa telah memberi bagi Tuhan.
Kita hanya mengembalikan; sebab Tuhan telah membeli kita dan harganya telah
lunas dibayar (1Kor. 6:20). Kita bukan milik kita sendiri lagi, melainkan
seratus persen milik Tuhan. Sekalipun kita mengorbankan semua yang kita miliki,
hidup kita tetap milik Tuhan.
Namun kita sedih memperhatikan fenomena yang ada, karena beberapa hamba Tuhan
bersikap bak selebritis, pejabat atau menteri. Punya asisten yang selalu
membawakan Alkitab dan catatan khotbahnya, punya pengawal atau bodyguard yang
senantiasa menjaga mengelilinginya dan mengosongkan lift jika ia mau memasuki
lift. Jemaat mengultuskannya; menganggapnya orang kudus. Dan ia senang, sebab ia
merasa berjasa. Ini benar-benar terjadi, padahal ini suatu kesalahan besar.
Seharusnya sebagai seorang pelayan Tuhan, ia merasa risih diperlakukan demikian.
Sebagai seorang hamba Tuhan, kita harus mewajibkan diri sendiri untuk
memancarkan kemuliaan Allah: kemuliaan dalam moral, dalam kerendahan hati, dalam
kesederhanaan, dalam ketulusan, dalam kesucian hidup kita. Bukan kemuliaan
duniawi yang hanya menggetarkan orang sekitar kita. Maka tidak perlulah kita
mengultuskan para hamba Tuhan; perlakukanlah mereka sepantasnya dengan hormat
yang proporsional. Dan kalau kita hamba Tuhan sepenuh waktu, tidak perlulah kita
ingin dimuliakan. Pandanglah Yohanes Pembaptis sebagai contoh bagi kita.
Sekalipun anak seorang imam, namun ia hanya memakai baju kulit, tinggal di
padang gurun, makan belalang dan madu hutan, dan memberitakan injil
di padang-padang. Dia tidak tinggal di tengah semaraknya hidup anak-anak imam.
Tapi di tengah padanglah ia berfungsi secara maksimal dan efektif.
Keagungan dan kemuliaan kita bukanlah terletak pada hal-hal duniawi, tetapi pada
sikap hidup kita yang harus memancarkan kemuliaan Kristus. Di sanalah kita dapat
menjadi terang dan garam dunia.

Sebagai seorang hamba Tuhan, kita harus memancarkan kemuliaan Allah, bukan
kemuliaan duniawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar