Jumat, 12 November 2010

Johannes Leimena dan Mayor Jenderal Anumerta D.I. Panjaitan

DR. JOHANNES LEIMENA:
PAHLAWAN NASIONAL YANG BERBUDI LUHUR

Johannes Leimena (anak kedua dari empat anak pasangan Dominggus
Leimena dan Elizabeth Sulilatu) lahir tanggal 6 Maret 1905 di Ambon.
Ia keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di Pulau Ambon dan
dikenal dengan nama panggilan "Oom Jo". Ia seorang Kristen yang
berbudi luhur. Ayahnya seorang guru, dengan demikian ia terhitung
keturunan golongan menengah (pada saat itu). Pada usia lima tahun
Johannes telah menjadi yatim. Kemudian ibunya menikah lagi, dan ia
diasuh oleh pamannya.

Johannes kecil awalnya bersekolah di "Ambonsche Burgerschool" di
Ambon karena paman yang mengasuhnya menjadi kepala sekolah di sana.
Kemudian pamannya dipindahkan ke Cimahi. Keberangkatannya ke Cimahi
merupakan titik balik dan kisah tersendiri bagi Johannes. Sebenarnya
ibunya bersikeras tidak mengizinkan Johannes pergi, namun ia nekat
menyelinap ke kapal dan baru menampakan diri saat kapal hendak
bertolak. Tindakan nekatnya itu membuat ibunya pasrah dan berpesan
agar pamannya mau menjadi pelindung baginya. Didikan pamannya yang
penuh disiplin berhasil menempa Johannes dan menjadikannya murid
yang berprestasi.

Tahun 1914, Johannes hijrah ke Batavia bersama pamannya. Di Batavia,
Johannes melanjutkan studinya di "Europeesch Lagere School" (ELS),
namun studinya hanya beberapa bulan saja, lalu ia pindah ke sekolah
menengah Paul Krugerschool (sekolah untuk anak asli orang Belanda,
kini PSKD Kwitang), dan tamat tahun 1919. Setelah menyelesaikan
sekolah dasarnya, Johannes memilih sekolah campuran dari berbagai
golongan, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan tamat
tahun 1922.

Setelah menyelesaikan studinya, Johannes yang mencoba mencari
pekerjaan menemui kesulitan karena kursus-kursus yang dia masuki
hanya dikhususkan untuk anak Indo-Belanda. Oleh sebab itu, Johannes
menempuh pendidikan tinggi di sekolah kedokteran "STOVIA" (School
Tot Opleiding Van Indische Artsen) pada tahun 1930. Johannes mulai
bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930.

Pertama kali ia diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia"
(kini RS Cipto Mangunkusumo). Beberapa waktu kemudian ia ditugaskan
di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu
dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Emmanuel Bandung. Di rumah sakit
inilah, saat bertugas dari tahun 1931 sampai 1941, ia bertemu dengan
gadis pujaan hatinya yang kemudian menjadi istrinya (Wijarsih
Prawiradilaga). Ia adalah putri seorang widana yang kala itu menjadi
kepala asrama putri. Mereka menikah di Gereja Pasundan pada tanggal
19 Agustus 1933 dan dikaruniai 8 putri.

Setelah bekerja selama 11 tahun sebagai dokter swasta, ia
melanjutkan studi dan mendalami ilmu penyakit dalam. Tanggal 17
November 1939 dengan dipandu oleh dekan sekolahnya, Prof. J.A.M.
Verbunt, dan panitia pembimbing yang diketuai Prof. Siegenbeek van
Heukelom, Dr. Leimena mempertahankan disertasi Ph.D-nya dengan judul
"Leverfunctie—proeven bij Inheemschen" dan meraih gelar Doktor di
Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran), Batavia.

GERAKAN KEKRISTENAN DAN KEBANGSAAN

Perhatian Dr. Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan berkembang
sejak pertengahan tahun 1920-an. Bermula di Bandung, ia acapkali
mendengar pidato Presiden Soekarno. Saat itu Dr. Leimena belum akrab
dengan Presiden Soekarno. Kedekatannya dengan Presiden Soekarno
bermula di rumah sakit tempatnya bekerja. Waktu itu kesehatan
Presiden Soekarno kurang baik setelah berkunjung ke Akademi Militer
di Tangerang, kemudian ia diperiksakan di rumah sakit tersebut.
Sejak itu hubungan mereka semakin erat.

Keprihatinan Dr. Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat
Kristen terhadap nasib bangsa merupakan hal utama yang mendorong
niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Jiwa oikumene dan
nasionalis yang melekat pada dirinya tidak hanya mendorongnya
terlibat pada tugas profesionalnya (dokter) tetapi juga terlibat
dalam aktivitas politik. Sejak menjadi mahasiswa, ia sudah aktif di
kalangan nasional dan masuk organisasi politik "Sarekat Ambon"
(Serikat Ambon). Sejak tahun 1925 aktif dalam perkumpulan pemuda
"Jong Ambon" sebagai Ketua Umum serta turut dalam persiapan "Sumpah
Pemuda" pada 28 Oktober 1928.

Pada zaman Jepang dan revolusi kemerdekaan ia pun sudah ikut
berjuang dan mengabdi penuh kepada Republik Indonesia. Tahun 1926,
Dr. Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen
di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi
Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Selama di STOVIA, ia
benar-benar menunjukkan nilai kekristenan sekaligus kebangsaannya,
yakni dengan aktif di berbagai gerakan.

Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Dr. Leimena mendirikan
sekaligus menjadi ketua CSV (Christelijke Studenten Vereeniging)
yang pertama saat ia masih menginjak tahun ke-4 di bangku kuliah.
CSV merupakan organisasi ekstrakemahasiswaan yang merupakan cikal
bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun
1950. Selain itu, ia juga terpilih sebagai ketua umum Partai Kristen
Indonesia (PARKINDO) tahun 1950-1957, 5 tahun setelah organisasi ini
dibentuk. Hal ini pula yang kemudian mengantarkannya ke berbagai
jabatan penting di pemerintahan.

Kepribadiannya yang sederhana dengan iman Kristen yang sejati dan
teguh membuatnya bisa diterima oleh semua golongan. Sebagai pemimpin
Partai Kristen Indonesia (PARKINDO), ia selalu mendapat tempat dalam
berbagai kabinet karena pendiriannya untuk kepentingan negara di
atas segala-galanya. Selain di PARKINDO, Dr. Leimena juga berperan
dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI)
pada tahun 1950. Di lembaga ini ia pernah dipilih sebagai wakil
ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.

Sebagai seorang tokoh politik, Dr. Leimena pernah menduduki berbagai
jabatan. Dr. Leimena pernah menjabat dalam 18 kabinet yang berbeda
(1946 -- 1966). Selain menjadi Menteri Kesehatan Indonesia yang
pertama, ia juga menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia yang
terlama (selama 21 tahun/delapan kali masa jabatan) dari 1945 --
1966. Ia juga menjadi pejabat Presiden RI tujuh kali. Bahkan menurut
seorang saksi sejarah, Roeslan Abdulgani, Soekarno yang seorang
sekuler hendak menyiapkan Leimena menjadi calon presiden, menurut
Roeslan Abdulgani: "Soekarno adalah Fenomeen Nasional yang mempunyai
'Zesde Zintuig' (indera keenam); tujuh kali Leimena ditunjuk oleh
Bung Karno sebagai Pejabat Presiden; tidak terdengar suatu keberatan
atau anti".

Ketika Orde Baru berkuasa, Dr. Leimena mengundurkan diri dari
tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto
sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973.
Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga
Kristen yang pernah ikut dibesarkannya, seperti Parkindo, DGI, UKI,
STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai
Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Dr. Leimena diangkat menjadi
anggota Deperpu (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula
menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.

RIWAYAT KARIR

- Menteri Muda Kesehatan Kabinet Sjahrir II (1946)
- Wakil Menteri Kesehatan Kabinet Sjahrir III (1946 -- 1947)
- Menteri Kesehatan Kabinet Amir Sjarifuddin I (1947)
- Menteri Kesehatan Kabinet Amir Sjarifuddin II 1947 -- 1948)
- Menteri Kesehatan Kabinet Hatta I (1948 -- 1949)
- Menteri Negara Kabinet Hatta II (1949)
- Menteri Kesehatan Kabinet Republik Indonesia Serikat (1949 -- 1950)
- Menteri Kesehatan Kabinet Natsir (1950 -- 1951)
- Menteri Kesehatan Kabinet Sukiman-Suwirjo (1951 -- 1952)
- Menteri Kesehatan Kabinet Wilopo (1952 -- 1953)
- Menteri Kesehatan Kabinet Burhanuddin Harahap (1955 -- 1956)
- Menteri Sosial Kabinet Djuanda (1957 -- 1959)
- Menteri Distribusi Kabinet Kerja I (1959 -- 1960)
- Wakil Menteri Utama merangkap Menteri Distribusi Kabinet Kerja II
(1960 -- 1962)
- Wakil Menteri Pertama I Kabinet Kerja III (1962 -- 1963)
- Wakil Perdana Menteri II Kabinet Kerja IV (1963 -- 1964)
- Menteri Koordinator Kabinet Dwikora I (1964 -- 1966)
- Wakil Perdana Menteri II merangkap Menteri Koordinator, dan
Menteri Perguruan Tinggi & Ilmu Pengetahuan Kabinet Dwikora II (1966)
- Wakil Perdana Menteri untuk urusan Umum Kabinet Dwikora III (1966)

Terlepas dari sikap nasionalis sekuler Dr. Leimena, dia adalah
seorang Kristen sejati. Kedekatan hatinya akan Tuhannya terlihat
dari sikap tulus dan beraninya, yang tampak dari berbagai sikap dan
perilakunya, misalnya pada peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ia
meminta Soekarno untuk meninggalkan Halim yang disebut-sebut sebagai
Markas PKI menuju Istana Bogor. Ini merupakan langkah besar yang
menyelamatkan Indonesia. Contoh lainnya adalah ketika dia memprotes
sikap Soeharto yang kasar kepada Presiden Soekarno pada tanggal 2
November 1965, padahal pada saat itu Soeharto memegang tampuk
tertinggi militer. Juga, dengan kebesaran hatinya ia berusaha
membujuk Kolonel Kawilarang untuk segera bertindak agar korban
peristiwa RMS di Maluku tidak semakin banyak.

Bagi Dr. Leimena, agama Kristen yang dianutnya tidak menghalangi
dirinya menjadi seorang nasionalis Indonesia. Demikian juga,
kenegarawannya sebagai seorang nasionalis Indonesia tidak
menghalangi dirinya menjadi pengikut Kristus.

Dr. Johannes Leimena meninggal dunia pada tanggal 29 Maret 1977 di
Jakarta.

Dirangkum dari:
Nama situs: Balagu
Penulis: Tidak dicantumkan
Alamat URL: http://balagu.50webs.com/pahlawan/phmaluku/johanes_leimena.html
Tanggal akses: 20 Agustus 2010

Nama situs: Kepustakaan Presiden-Presiden RI
Penulis: Tidak dicantumkan
Alamat URL: http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/ministers/popup_biodata_pejabat.asp?id=49
Tanggal akses: 20 Agustus 2010

Nama situs: KarmelReinnamah
Penulis: Yohanes Reinnamah
Alamat URL: http://karmelreinnamah.blogspot.com/2010/04/latar-belakang-dan-otobiogravi-johanes.html
Tanggal akses: 20 Agustus 2010

Nama situs: Onosel.com
Penulis: Tidak dicantumkan
Almat URL: http://www.onosel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=18&Itemid=13
Tanggal akses: 20 Agustus 2010
_________________________________________________
1925 -- 1965

MAYOR JENDERAL ANUMERTA D.I. PANJAITAN:
LOYALITAS TINGGI TERHADAP TUHAN DAN NEGARA

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan adalah salah satu
pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli. Setelah menyelesaikan
pendidikan formalnya, ia masuk sekolah militer. Pada waktu itu
Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sebagai anggota militer ia
harus mengikuti latihan Gyugun. Selanjutnya ia ditugaskan sebagai
anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau, hingga Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Setelah kemerdekaan RI, bersama para pemuda lainnya
ia membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menjadi cikal bakal
TNI.

Di TKR, ia mengawali kariernya sebagai komandan batalyon, kemudian
tahun 1948 menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di
Bukittinggi. Seterusnya, ia menjadi Kepala Staf Umum IV Komandemen
Tentara Sumatera. Ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militer
II-nya, ia diangkat menjadi pimpinan Perbekalan Perjuangan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PPPDRI). Setelah Indonesia
memperoleh pengakuan kedaulatan dan Agresi Militer Belanda II
berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara &
Teritorial (T&T) I/Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya ia
dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T&T II/Sriwijaya.

Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia
ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika
masa tugasnya telah berakhir, ia pun pulang ke Indonesia. Tahun
1962, ia ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat
(Men/Pangad). Inilah jabatan terakhir yang diembannya saat peristiwa
Gerakan 30 September 1965 terjadi.

Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi
tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman
senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI. Dari situ
diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam
peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung
CONEFO (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu
diperlukan PKI yang sedang giat-giatnya mengadakan persiapan
melancarkan pemberontakan. Keberhasilan Mayjen Panjaitan membongkar
pengiriman tersebut serta penolakannya terhadap rencana PKI untuk
membentuk Angkatan Kelima yang terdiri atas buruh dan tani, membuat
dirinya masuk daftar salah satu perwira Angkatan Darat yang dimusuhi
oleh PKI. Kebencian PKI itu kemudian berujung pada aksi penculikan
serta pembunuhan dirinya saat pemberontakan Gerakan 30 September
1965.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 sekelompok orang berpakaian
Pengawal Presiden mendatangi Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan.
Mereka mengatakan bahwa Presiden Soekarno memanggilnya. Panjaitan
sebenarnya merasa heran akan pemanggilan mendadak itu. Namun karena
loyalitasnya pada pimpinan tertinggi militer, Presiden Soekarno, ia
pun berangkat dengan berpakaian resmi. Firasatnya yang tajam
sepertinya merasakan bahaya yang sedang terjadi. Sebelum memasuki
mobilnya, sambil tetap berdiri perwira Kristen ini berdoa lebih dulu
kepada Tuhan. Namun belum selesai menutup doanya, pasukan PKI sudah
memberondongnya dengan peluru.

Ia bersama enam perwira lainnya (Achmad Yani, Suprapto, S. Parman,
M.T. Haryono, Sutoyo S., dan Pierre Tendean) pada waktu itu gugur
demi mempertahankan ideologi Pancasila. Ia gugur sebagai Pahlawan
Revolusi, kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya
masih Brigadir Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi
Mayor Jenderal Anumerta.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: TokohIndonesia.com
Penulis: juka-atur
Alamat URL: http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/panjaitan-di/index.shtml
Tanggal akses: 21 Agustus 2010
______________________________________________________________________


ARTI PAHLAWAN

"Pahlawan" adalah sebuah kata benda. Secara etimologi kata
"pahlawan" berasal dari bahasa Sanskerta "phala", yang bermakna
hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.

Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil
bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh
terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.

Dalam bahasa Inggris pahlawan disebut "hero" yang diberi arti satu
sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar
biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan
dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan
membela yang lemah.

Dalam cerita perwayangan dikenal tokoh Arjuna dari Pandawa dinilai
sebagai pahlawan yang membela kebenaran dari kebatilan. Pahlawan
juga dipandang sebagai orang yang dikagumi atas hasil tindakannya,
serta sifat mulianya, sehingga diakui sebagai contoh dan tauladan.

Pahlawan sering dikaitkan dengan keberhasilan dalam prestasi
gemilang dalam bidang kemiliteran. Pada umumnya pahlawan adalah
seseorang yang berbakti kepada masyarakat, negara, bangsa dan atau
umat manusia tanpa menyerah dalam mencapai cita-citanya yang mulia,
sehingga rela berkorban demi tercapainya tujuan, dengan dilandasi
oleh sikap tanpa pamrih pribadi.

Seorang pahlawan bangsa yang dengan sepenuh hati mencintai negara
bangsanya sehingga rela berkorban demi kelestarian dan kejayaan
bangsa negaranya disebut juga sebagai patriot.

Kategori pahlawan pun ada banyak, tergantung dengan prestasi yang
disumbangkannya, seperti pahlawan kemanusiaan, pahlawan nasional,
pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan
proklamasi, pahlawan iman, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan
kesiangan, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar