Jumat, 24 September 2010

Pelajaran Kepemimpinan dari Ezra (2)

PELAJARAN KEPEMIMPINAN DARI EZRA (2)

DAFTAR ISI
EDITORIAL
ARTIKEL: Kepemimpinan Ezra: Tobat Nasional
KUTIPAN
JELAJAH BUKU: Mezbah Doa Para Pemimpin
PERISTIWA
STOP PRESS: Pembukaan Kelas Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK)

==================================**==================================
EDITORIAL

Shalom,

Keruntuhan dan pembuangan Yehuda ke Babel terjadi dalam tiga tahap.
Demikian pula pemulihan kaum sisa pembuangan sebagai penggenapan
nubuatan Yeremia terjadi dalam tiga tahap. Pada tahap kedua Allah
memakai Ezra untuk memimpin langsung perjalanan pascapembuangan
untuk membawa mereka kembali ke tanah air mereka setelah selama 70
tahun dalam pembuangan. Sekitar 11.700 orang Yahudi mendapat
pelajaran hidup sangat berharga karena ketidaktaatan akan perintah
Allah mendapatkan hukuman untuk hidup jauh dari tanah perjanjian.

Rupanya pola dan kebiasaan hidup selama di pembuangan telah
menghilangkan kebiasaan hidup sebagai umat pilihan Allah. Allah
mempersiapkan Ezra untuk memimpin dan membawa keluar sisa kaum
Yehuda yang pulang dengan komitmen untuk kembali kepada firman Allah
dan bertobat dari ketidaksetiaan kepada Allah. Ezra mengemban misi
utama untuk mengajarkan kembali Taurat dan menerapkan pola hidup
yang berdasar pada kebenaran hukum Allah serta mengajak orang-orang
yang kembali dari pembuangan tersebut untuk bergantung kepada-Nya.
Semoga artikel yang kami siapkan kali ini boleh menambah wawasan
kepemimpinan Anda.

Selamat menyimak. Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan@in-christ.net >
http://lead.sabda.org
http://fb.sabda.org/lead

==================================**==================================

TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar
didengar-Nya. (Amsal 15:29)
< http://alkitab.sabda.org/?Ayub+42:2 >

==================================**==================================
ARTIKEL

KEPEMIMPINAN EZRA: TOBAT NASIONAL

Seperti Ezra, seorang pemimpin Kristen harus menyelidiki firman
Tuhan sebagai sebuah perenungan atau meditasi rohani melalui doa
dan saat teduh setiap hari. Roh Kudus akan memberi kekuatan mental
melalui doa-doa yang kita naikkan.

Sama seperti Ezra, pemimpin Kristen yang baik akan hancur hati --
meskipun bukan berarti berlarut-larut dalam kesedihan -- ketika
melihat jemaat atau orang-orangnya jatuh dalam dosa. Dari hati
yang hancur itulah muncul doa yang tulus kepada Tuhan.

Ezra bin Seraya adalah seorang ahli kitab yang mahir dalam Taurat
(Ezra 7:6; Nehemia 8:3). Ia memahami segala perintah dan ketetapan
Tuhan bagi orang Israel (Ezra 7:11). Ia juga seorang imam, pemimpin
doa dan ibadah (Ezra 7:11). Di Persia, tempat bangsa Israel dibuang,
Ezra dipercaya oleh raja Artahsasta (Artahsasta I) untuk menangani
kehidupan bangsa Israel. Kedudukannya di pemerintahan Persia
barangkali semacam Kepala Departemen Urusan Orang Yahudi.

Sama seperti raja Koresy dulu, Artahsasta sangat menghargai
orang-orang Israel yang tinggal di negerinya. Bahkan, ia mendorong
mereka untuk pulang dan membangun kembali Bait Allah di Yerusalem.
Untuk itu, raja Artahsasta mengutus Ezra beserta rombongan
orang-orang Israel untuk pulang ke Yerusalem pada tahun 458 SM.

Raja Artahsasta memandang Ezra sebagai pemimpin atau pemuka bangsa
Israel. Karena itu, raja memfasilitasi perjalanan Ezra dan rombongan
Israel tersebut. Artahsasta sangat baik, ia memberi Ezra segala yang
diingininya (Ezra 7:6b). Raja memberikan banyak bantuan material dan
finansial untuk pembangunan Rumah Tuhan di Yerusalem (Ezra 7:20).
Dalam surat resminya, raja mengatakan bahwa ia telah memerintahkan
semua bendaharanya untuk membantu keuangan yang Ezra perlukan (Ezra
7:21).

Sebagai seorang pemimpin kepercayaan, Ezra diberi wewenang oleh raja
untuk mengangkat pemimpin-pemimpin lainnya. Artahsasta memberinya
tugas dan otoritas: "..., hai Ezra, angkatlah pemimpin-pemimpin dan
hakim-hakim sesuai dengan hikmat Allahmu yang menjadi peganganmu,
supaya mereka menghakimi seluruh rakyat yang diam di daerah seberang
sungai Efrat, yakni semua orang yang mengetahui hukum Allahmu...."
(Ezra 7:25)

Kepemimpinan Ezra sendiri sangat menonjol di kalangan orang-orang
Israel yang merindukan tanah air mereka itu. Dengan penuh
kewibawaan, Ezra menghimpun orang-orang Israel dan memimpin mereka
untuk pulang (Ezra 7:28b).

Bangsa Israel menghormati Ezra sebagai seorang pemimpin dalam
pengajaran firman Tuhan. Mereka mengakui kepakaran Ezra dalam
[pengetahuan tentang] Taurat. Mereka menghormati urapan jawatan
sebagai pengajar yang Tuhan berikan kepada hamba-Nya itu. Setelah
pendirian tembok kota Yerusalem selesai, Ezra mengajarkan Taurat
kepada seluruh rakyat sehingga mereka menjadi sadar dan bertobat
(Nehemia 8:1-10:39).

Kehidupan Doanya

Ezra pastilah seorang pemimpin yang memiliki kehidupan doa yang
kuat. Alkitab mencatat bahwa tangan Tuhan melindunginya (Ezra 7:6c)
dan Allah begitu melimpahkan kemurahan atas kehidupan dan pelayanan
kepemimpinannya (Ezra 7:9). Orang yang dekat dan mengandalkan Tuhan
pasti diberkati-Nya secara khusus.

Kehidupan doa Ezra, dalam arti hubungan akrabnya dengan Tuhan,
dibangun di atas dasar firman Tuhan. Ezra memiliki tekad yang sangat
kuat untuk meneliti Taurat Tuhan (Ezra 7:10). Ezra melakukan
penyelidikan itu tidak semata-mata sebagai sebuah studi atau riset
ilmiah karena ia seorang pakar Taurat, tetapi juga sebagai
perenungan atau meditasi rohani sehari-hari karena ia seorang imam.

Belakangan ini banyak pemimpin Kristen mengambil studi lanjut (S-2
atau S-3) di bidang teologi, baik teologi sebagai ilmu murni ataupun
ilmu terapan. Tetapi, sering kali pendalaman firman Tuhan melalui
studi seperti itu hanya untuk menambah ilmu dan tingkat kemampuan
akademis, tidak ada hubungannya dengan kehidupan doa. Seorang
pemimpin Kristen juga harus menyelidiki firman Tuhan sebagai sebuah
perenungan atau meditasi rohani melalui doa dan saat teduh setiap
hari.

Sebelum memimpin bangsa Israel pulang ke Yerusalem, Ezra melakukan
tindakan berikut ini: "Aku menguatkan hatiku, karena tangan Tuhan,
Allahku, melindungi aku" (Ezra 7:28b). Ezra memantapkan hati,
pikiran, dan mental, sebelum menjalankan kepemimpinannya. Dari
kalimat itu, tampak bahwa Ezra memohon kekuatan yang dari Tuhan.
Demikian juga pemimpin Kristen masa kini, Roh Kudus akan memberi
kekuatan mental melalui doa-doa yang kita naikkan.

Spirit doa Ezra sangat terlihat dari tindakannya menggerakkan umat
Israel untuk berdoa puasa secara massal. Karena telah memperoleh
banyak harta serta dukungan moral dari raja Artahsasta, Ezra merasa
malu meminta lagi bantuan pengawalan militer dari kerajaan Persia
itu (Ezra 8:22). Di sisi lain, ia menyadari bahwa perjalanan pulang
menuju Yerusalem sangat berisiko, apalagi rombongannya besar dan
membawa banyak barang berharga.

Ezra percaya bahwa Tuhan sanggup melindungi perjalanan pulang
mereka. Karena itu, Ezra memaklumkan doa puasa, memerintahkan umat
Israel untuk merendahkan diri dan memohon perlindungan dari Tuhan
(Ezra 8:21). Ada kalanya kita tidak bisa lagi meminta bantuan
manusia. Dalam hal ini, seorang pemimpin dituntut untuk mengandalkan
Tuhan, bergantung pada perlindungan-Nya yang ajaib.

Doa Pertobatan

Ezra melihat bahwa orang-orang Israel yang pulang itu sudah
menyimpang dari perintah Tuhan. Sampai-sampai para imam pun telah
mengambil perempuan kafir menjadi istri-istri mereka. Perilaku
menyimpang dari perintah Tuhan itu merupakan kekejian di hadapan
Allah Israel (Ezra 9:1-2, 14).

Melihat dosa itu, Ezra berkabung, tulisnya: "Ketika aku mendengar
perkataan itu, maka aku mengoyakkan pakaianku dan jubahku dan aku
mencabut rambut kepalaku dan janggutku dan duduklah aku tertegun."
(Ezra 9:3) Seorang pemimpin sejati akan hancur hati ketika rakyat
atau jemaatnya jatuh di dalam dosa.

Hancur hati merupakan modal dasar bagi sebuah doa yang berkenan.
Sering kali pemimpin Kristen tidak merasa bersalah apa pun ketika
ada anak buahnya yang jatuh dalam dosa. Ia tidak menyesal karena
gagal membina domba-dombanya. Pemimpin Kristen yang baik akan hancur
hati -- meskipun bukan berarti berlarut-larut dalam kesedihan --
ketika melihat jemaat atau orang-orangnya jatuh dalam dosa. Dari
hati yang hancur itulah muncul doa yang tulus kepada Tuhan, sama
seperti Ezra yang kemudian berdoa memohonkan pengampunan bagi umat
Israel.

Sangat menarik jika kita mencermati reaksi Ezra kepada kaum Israel
yang berdosa itu. Ia tidak marah, dongkol, atau kecewa kepada
mereka. Ezra bukan tipe pemimpin yang suka menghakimi, menuduh, dan
mempersalahkan orang-orangnya. Tetapi, Ezra juga sangat merindukan
pertobatan kaumnya itu.

Ezra adalah seorang pemrakarsa kebangunan rohani. Akan tetapi ia
mempertobatkan orang bukan dengan khotbahnya yang berapi-api; ia
mempertobatkan orang banyak melalui doa yang dinaikkannya dengan
penuh penghayatan mendalam. Ia tidak berdiri di podium untuk
menyampaikan khotbah, tetapi ia berdiri di depan jemaah untuk
menaikkan doa-doa penyesalan (Ezra 9:5-15). Ezra berlutut,
mengoyakkan pakaian dan jubahnya, lalu menadahkan tangannya ke
hadirat Tuhan, serta menaikkan doa-doa penyesalan (Ezra 9:5).

Apa yang terjadi kemudian? Sementara Ezra berdoa dan mengaku dosa
sambil menangis, umat Israel berbondong-bondong datang dalam jumlah
yang sangat besar. Orang-orang itu menangis keras-keras (Ezra 10:1).
Terjadilah pertobatan nasional dan pembaharuan komitmen kepada
Tuhan. Terkadang pemimpin Kristen tidak perlu berkhotbah untuk
menyadarkan kesalahan jemaatnya; mereka cukup berdoa, dan Roh Kudus
menjamah setiap orang sehingga mereka pun bertobat.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Mezbah Doa Para Pemimpin
Penulis: Haryadi Baskoro
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 2008
Halaman: 57 -- 62

Artikel ini pernah dipublikasikan di e-Doa
Alamat URL: http://doa.sabda.org/ezra_tobat_nasional

==================================**==================================
KUTIPAN

Kepemimpinan adalah kombinasi antara strategi dan karakter. Namun,
jika Anda harus memilih salah satunya, relakanlah strategi.
(Norman Schwargkopf)

=================================**===================================
JELAJAH BUKU

Judul buku: Mezbah Doa Pemimpin
Penulis: Haryadi Baskoro
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 2008
Ukuran buku: 12 x 19 cm
Tebal: 130 halaman

Hari-hari ini ada berbagai buku kepemimpinan Kristen yang ditulis.
Tidak jarang juga ada banyak buku-buku kepemimpinan Kristen yang
membahas seluk-beluk kepemimpinan yang berhasil dalam menangkap visi
dan mengembangkan kapasitas diri, mengelola organisasi dsb.. Akan
tetapi di balik melimpahnya buku kepemimpinan yang saat ini beredar,
sangat jarang kita temukan buku kepemimpinan yang membahas mengenai
pelajaran hidup kepemimpinan dari tokoh-tokoh Alkitab.

Buku "Mezbah Doa Para Pemimpin" menyoroti riwayat para pemimpin
yang ditunjuk oleh Allah dalam mewujudkan rencana-Nya. Khususnya
masalah kehidupan pribadi dan kerohanian doa mereka yang dikupas dan
dikemas dengan gaya bahasa yang cukup sederhana dan mudah dipahami
menjadikan buku ini sangat menarik untuk dijadikan standar jika
ingin dipakai Allah untuk menjadi pemimpin berhasil. Ada dua puluh
tokoh pemimpin yang dibahas dalam buku ini yang menyoroti masalah
panggilan hidup sebagai pemimpin serta kehidupan doanya. Dari dua
puluh tokoh pemimpin yang dibahas Ezra merupakan salah satu pokok
bahasan di dalamnya.

Tepatnya pada bab yang kesepuluh penulis membahas kepemimpinan Ezra.
Ezra adalah seorang ahli kitab suci yang sangat piawai, tidak
mengherankan bila ia dipercaya oleh raja Artahsasta menangani
kehidupan bangsa Israel. Bukan hanya penanganan terhadap
kehidupannya saja melainkan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin
dalam membawa keluar bangsa Israel dari pembuangan. Bangsa Israel
menghormati Ezra bukan saja sebagai seorang pemimpin saja melainkan
pengajar Taurat kepada seluruh rakyat sehingga mereka menjadi sadar
dan bertobat. Selain itu ia memiliki kehidupan doa yang luar biasa,
semangat doa Ezra sangat terlihat dari tindakannya menggerakkan
umat Israel untuk berdoa dan berpuasa sebagai satu wujud
kebergantungan kepada Allah sang pencipta. Ia juga dapat dikatakan
seorang pemrakarsa kebangunan rohani yang luar biasa dan hebat.

Semoga buku ini menginspirasi dan memotivasi Anda dalam mewujudkan
kepemimpinan yang berhasil. Keberhasilan seorang pemimpin ditunjang
melalui sikap kebergantungan sepenuhnya kepada Tuhan. Bagaimana
dengan kepemimpinan Anda saat ini? Temukan jawabannya setelah Anda
membaca buku. (DR)

======================================================================
PERISTIWA

22 September...

1. 1499 – Perjanjian Basel: Swiss menjadi negara merdeka.
2. 1761 – George III dan Charlotte dari Mecklenburg-Sterlitz
ditahbiskan sebagai Raja dan Ratu Britania Raya
3. 1970 – Tunku Abdul Rahman, Perdana Menteri pertama Malaysia,
mengundurkan diri dari jabatannya.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/September_22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar