Jumat, 24 September 2010

Doa mohon keadilan Tuhan

Doa mohon keadilan Tuhan

Mazmur 129

Bagi orang Israel, menyanyikan mazmur ziarah berarti mengarahkan hati dan
pikiran kepada Bait Allah di Yerusalem, kiblat mereka. Seperti Daniel yang
berdoa tiga kali sehari menghadap Yerusalem (Dan. 6:11), demikianlah Israel
terus diingatkan untuk memfokuskan bukan saja diri mereka, tetapi juga
perhatian dan hati mereka kepada hadirat Allah yang dilambangkan Bait Allah di
Yerusalem. Ketika mata hati kita tertuju dan terfokus kepada Allah, maka segala
pikiran dan perasaan kita perlahan-lahan akan tertata dengan baik menurut
prioritasnya. Semakin dalam kita mengenal Allah, semakin baik prioritas itu
akan tertata rapi. Mazmur 129 mendoakan bukan saja kebaikan Israel, juga
hukuman bagi mereka yang berlaku jahat terhadap umat Tuhan.

Penyertaan Tuhan adalah sesuatu yang nyata melalui kehidupan umat-Nya.
Walaupun umat Israel pernah melalui masa-masa yang berat dalam sejarah mereka,
tetapi pada akhirnya Tuhan menyatakan juga kebaikan-Nya. Orang-orang jahat bisa
saja mendatangkan kesesakan, tetapi kata akhirnya akan selalu ada di tangan
Tuhan dan Dia akan memberikan kelepasan pada waktunya.

Sebagai umat Tuhan, kehidupan kita di dunia ini bukan saja membawa citra
dan nama baik kita, tetapi juga citra dan nama baik Tuhan. Karena itu ketika
ada orang yang berlaku jahat terhadap kita, kita bisa naik banding kepada Tuhan
dan minta kepada-Nya untuk bertindak bagi kepentingan kita sebab kepentingan
kita adalah kepentingan-Nya juga. Doa agar mereka yang jahat menerima keadilan
Tuhan dan tidak menerima berkat-Nya lahir bukan dari perasaan egois karena
ingin diberkati Tuhan dan tidak peduli orang lain. Justru doa ini adalah agar
nama baik Tuhan dinyatakan.

Mari kita belajar berdoa dengan tepat. Kita belajar melihat berbagai isu
dan kesulitan di dunia ini melalui kacamata dan kepentingan Allah. Kita meminta
berkat untuk anak-anak Tuhan dan keadilan untuk mereka yang melawan Tuhan agar
dunia melihat keadilan dan kekudusan-Nya!

|||||| sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/ ||||||

Cinta Kepada Bangsa

Matius 27:3-5
Mazmur 93-95;
Roma 16

Benar atau salah, ini negaraku",
adalah sepenggal ungkapan patriotik yang dikutip dari kalimat Stephen Decatur
(1779-1820). Secara lengkap sebenarnya ia ber­ujar demikian, "Oh, negaraku!
Dalam hu­bungannya dengan negara-negara lain, se­­­moga ia selalu dalam posisi
benar; na­mun benar atau salah, ini negaraku!" Lalu bertahun-tahun setelahnya,
Carl Schurz (1829-1906) memperjelas lagi ungkap­­an ini dengan berkata, "Benar
atau sa­lah, ini ne­garaku; jika ia benar maka ia ha­rus di­jaga tetap benar,
jika salah, maka ia ha­­rus dibantu untuk menjadi benar." Maka, ka­limat
patriotik ini sesungguhnya tak bo­leh diambil sepenggal, agar orang tak ke­mu­dian
mencintai negaranya secara buta dan bisa bertindak tanpa pertimbangan ma­tang.

Hal yang hampir sama terjadi
pada Yudas. Kenapa Yudas meng­­­khianati Tuhan Yesus? Pasti bukan karena uang. Sebab,
kalau karena uang, kenapa hanya tiga puluh keping perak? Dan, kenapa pula ia
kemudian mengembalikan uang itu? Salah satu tafsiran, ka­rena Yudas ingin
"memaksa" Gurunya bertindak menurut keingin­annya, yakni mengobarkan gerakan
revolusi membebaskan bangsa­nya dari penjajah Romawi. Jadi, kesalahan Yudas
yang ter­besar adalah, demi mewujudkan cintanya terhadap bangsa dan negara­nya,
ia mengabaikan kebenaran dan menghalalkan se­gala cara.

Cinta kepada bangsa dan negara
tentu saja baik—dan perlu. Na­­mun, rasa cinta itu tetap harus diletakkan dalam
koridor kebe­nar­an. Jangan karena rasa cinta, lalu yang hitam menjadi putih
dan yang putih menjadi hitam. Sejarah sudah membuktikan, rasa cinta ter­hadap
bangsa yang diwujudkan dengan cara yang salah, pada akhir­nya akan berujung
tragedi.

KEBENARAN TAK
MENGENAL "WARNA"

ATAU PUN
KEBANGSAAN


|||||| sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar