Minggu, 01 Agustus 2010

Bahagia orang benar

Bahagia orang benar


Mazmur 112

Apa yang menjadi jaminan orang benar bahwa hidupnya akan berbahagia? Bukan
siapa dirinya dan apa perbuatannya, melainkan bagaimana relasinya dengan
Allahnya. Yaitu relasi yang merespons segala karya Allah yang sudah dinyatakan
atas dirinya.

Bagian kedua trio mazmur Haleluya (111-113) ini menguraikan perbuatan orang
benar dan akibat dari merespons dengan tepat segala karya Tuhan yang sudah
dipujikan dalam Mazmur 111 (lih. ayat 10). Mazmur ini bercirikan sastra
hikmat melihat tekanan kepada "takut akan Tuhan" (lih. Ams. 1:7) dan
kesukaan akan Taurat Tuhan, "yang sangat suka kepada segala
perintah-Nya" (lih. Mzm. 119:16, 24, 47, dst.). Pembukaan mazmur ini
"Berbahagialah orang..., " maupun isinya yang membandingkan orang
benar (2-9) dan orang fasik (10), mirip dengan Mazmur 1. Seperti Mazmur 111,
Mazmur 112 ini bersifat puisi akrostik, setiap baris dimulai dengan huruf-huruf
yang sesuai dengan urutan abjad Ibrani.

Panggilan anak Tuhan bukan hanya memuji Tuhan karena karya-Nya yang
dahsyat, yang keluar dari karakter-Nya yang luar biasa, tetapi bagaimana
mewujudkan karakter tersebut dalam hidupnya. Oleh karena sikap hidup yang
meneladani Tuhan inilah, kehidupan anak Tuhan disebut berbahagia. Seluruh
hidupnya diabdikan untuk hal-hal baik, seperti selalu melakukan hal yang baik
bagi orang lain (5, "mujur" lebih tepat diterjemahkan "adalah
baik"; 9). Orang yang demikian tidak akan goyah (6), bahkan dalam situasi
yang sulit "gelap" ia akan keluar sebagai pemenang "terang"
(4), dan ia dapat memercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan (7).

Mazmur ini mengajak kita mewujudkan karakter Allah dalam hidup keseharian
kita: di dalam keluarga kita sebagai orang tua yang baik (2-3), dalam relasi
kita sebagai sahabat dengan sesama manusia, berbelas kasih dan berlaku adil
kepada orang miskin (4-5, 9). Dengan demikian kita akan disebut orang yang berbahagia.

|||||| sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/
||||||

Langit

Mazmur 8:4
Mazmur 51-53;
Roma 2

Langit dan benda-benda langit telah memukau manusia
sejak dulu. Entah mungkin karena sinarnya yang tampak misterius; karena
jaraknya yang sangat jauh; atau pergerakannya yang begitu konsisten. Tak heran
jika banyak peradaban kuno percaya bahwa langit adalah tempat tinggal para
dewa, dan benda-benda langit itu adalah para dewa sendiri.

Ilmu pengetahuan modern pun menunjukkan bahwa
benda-benda langit memang mengagumkan. Coba bandingkan. Bumi kita ini sudah
sangat besar dan bisa menampung enam miliar manusia. Namun, volume planet
Yupiter ternyata lebih dari seribu kali bumi. Sementara, volume matahari lebih
dari satu juta kali bumi. Belum lagi kalau kita bandingkan dengan seluruh jagad
raya. Betapa
besar dan mengagumkan!

Kekaguman serupa juga pernah dialami Daud. Ia
memandangi langit dan menyadari betapa megahnya jagad raya dan betapa kecilnya
manusia di hadapan semua itu (ayat 4,5). Meski demikian, Sang Pencipta mau
memperhatikan manusia bahkan mengangkatnya menjadi ciptaan yang utama,
mengatasi segala ciptaan lain (ayat 6-9). Fakta ini membuat Daud takjub dan
memuji kebesaran Tuhan.

Pengalaman Daud ini dapat kita ikuti untuk
menyegarkan iman kita. Apalagi jika hati gundah, jika diri merasa lelah dan tak
berdaya, jika beban hidup berat menggayuti. Tataplah langit ketika malam cerah.
Pandanglah bulan dan bintang-bintang yang ada di sana. Biarkan diri Anda
terhanyut dalam keindahan dan kemegahannya. Sadarilah kebesaran Sang Pencipta
yang telah menciptakan semuanya itu, dan betapa Dia yang besar itu sesungguhnya
tiada henti memperhatikan kita yang begitu kecil ini.

SAYA PASTI KUAT
MENJALANI HIDUP INI

SEBAB SAYA DITUNTUN OLEH
TANGAN YANG MENCIPTA JAGAD INI


|||||| sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar