Jumat, 06 Agustus 2010

Allah dalam sejarah

Allah
di dalam sejarah

Mazmur 114


Setiap bangsa memiliki
sejarah masing-masing, tentang bagaimana mereka hadir dalam dunia ini. Israel
memiliki sejarah yang ajaib, menjadi sebuah bangsa bukan dengan kekuatan
sendiri atau karena keperkasaan para pahlawannya. Israel ada karena Allah
berkarya membebaskan mereka.

Pujian dalam Mazmur ini
jelas ditujukan kepada Allah yang bertindak menebus umat-Nya dari perbudakan
Mesir dan membawa mereka masuk ke tanah perjanjian. Karya dahsyat yang
dipaparkan di sini menyangkut dua peristiwa besar dalam sejarah Israel. Yang
pertama adalah kisah Keluaran. Setelah beratus tahun diperbudak di Mesir, Tuhan
membebaskan mereka. Peristiwa pembebasan mereka begitu spektakuler. Sepuluh
tulah berturut-turut menghajar Mesir, dan pada ujungnya umat Tuhan menyeberangi
Laut Teberau (3a, 5a). Di sana Firaun dan pasukannya justru tenggelam dan
binasa. Peristiwa kedua adalah menyeberangi sungai Yordan (3b, 5b). Peristiwa ini
menandakan penggenapan janji Tuhan kepada Abraham bahwa keturunannya akan
mewarisi tanah Perjanjian, yaitu Kanaan. Di tempat itulah mereka tinggal
sebagai bangsa milik Allah yang berdaulat di antara bangsa-bangsa yang ada di
dunia (2). Di antara kedua peristiwa bersejarah itu, yang tidak kalah penting
adalah pemeliharaan Tuhan dalam empat puluh tahun pengembaraan di padang gurun.
Walau mereka ada di sana karena hukuman Allah atas dosa mereka, tetapi tangan
kasih dan kuasa-Nya tidak pernah meninggalkan mereka. Air yang merupakan
kebutuhan vital, Tuhan sediakan secara berlimpah (8).

Bagi kita umat Kristen
masa kini, kedua peristiwa bersejarah tersebut menjadi simbol pembebasan dari
perbudakan dosa dan masuk menjadi umat Tuhan di Kerajaan Allah. Kita bersyukur
kepada Tuhan karena Kristus telah memungkinkan kedua hal tersebut menjadi nyata
dalam kehidupan kita. Melalui pengurbanan diri-Nya di kayu salib, Dia
membebaskan kita dari perbudakan dosa dan lewat kebangkitan-Nya, kita memiliki
jaminan hidup yang kekal.

|||||| sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/
||||||

Dapatkah Anda Dihubungi?

1 Samuel 3:1-10
Mazmur 57-59; Roma 4

Dengan telepon genggam, kini
seseorang bisa dihubungi kapan pun dan di mana pun. Ironisnya, alat komunikasi
ini juga bisa menciptakan kesalah­paha­m­an. Seorang istri jengkel ketika gagal
meng­­hubungi suaminya yang berada di lu­ar ko­ta. Sang suami membawa dua tele­pon
genggam, tetapi ketika dua-duanya di­hu­bungi, tidak diangkat. Spontan si istri
mengi­ra suaminya selingkuh. Pa­da­hal ti­dak demikian. Ketika rapat siang
harinya, telepon genggam sang suami di­pa­sang pa­da posisi silent. Ia lupa me­ngem­­bali­kan­nya ke posisi normal,
sehing­ga tidak bisa mendengar bunyi tele­pon masuk!

Allah selalu ingin menghubungi kita, tetapi terkadang
hati kita berada pada po­sisi "silent". Tidak merespons ketika men­de­ngar suara-Nya.
Itulah yang dialami Eli. Karena membiarkan dosa anak-anaknya, ia ke­hilangan
daya dengar rohaninya. Akibatnya, "pa­da masa itu fir­man Tuhan jarang" (ayat
1). Lalu Tuhan beralih meng­hubungi se­orang muda yang hatinya bersih. Namanya
Samuel. Tiga kali Tuhan me­manggil namanya. Mula-mula tidak terjadi ko­munikasi
karena Sa­muel diam saja. Tuhan baru berbicara setelah Samuel memberi res­pons,
"Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini men­dengar" (ayat 10). Jadi, untuk
berkomunikasi dengan Tuhan, kita per­lu peka. Menya­ta­kan diri sedia untuk
mendengar-Nya.

Tuhan selalu ingin berbicara
kepada Anda lewat firman-Nya, termasuk saat Anda berwaktu teduh. Ada pesan yang
Tuhan ingin sam­­paikan. Namun, dapatkah Anda dihubungi? Ketika Tuhan me­ne­gur,
apakah Anda peka dan segera merespons? Ataukah hati Anda su­dah menjadi tuli
karena dosa? Atau, terlalu sibuk, sehingga selalu berkata "nanti saja"?

APABILA ANDA SUDAH LAMA
MERASA TUHAN TIDAK BERBICARA

PASTIKAN HATI ANDA TIDAK
BERADA DALAM POSISI "SILENT"

sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar